Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia merupakan segala pusat. Baik pusat pemerintahan maupun pusat perkantoran. Bagi saya, Jakarta merupakan pusat dari segala bisnis, pusatnya peredaran uang dan juga pusat urbanisasi terbesar seluruh Indonesia.
Saya mengenal lebih dekat dengan Jakarta dan hampir menetap di Jakarta sekitar Tahun 2005, ketika istri saya memilih untuk menetap di Jakarta setelah selesai kuliah di Jogja. Sehingga, mau gak mau, saya hampir sebulan atau 2 bulan sekali pergi ke Jakarta.
Jarak antara Jogja - Jakarta sekitar 628 KM, dapat ditempuh melalui pesawat terbang (1jam), kereta api ekonomi (12 jam), bisnis (10jam), Executive (8jam), Bis (12-14jam), Mobil (14jam). Dan sudah semua jenis transportasi saya gunakan untuk menuju ke Jakarta dari Jogja atau sebaliknya.
Pada tahun 2005, ketika kegiatan saya masih belum jelas. Saya sering mengambil kegiatan di Jakarta sebagai Freelance ( apa saja yang bisa menghasilkan, akan saya kerjakan ) atau membantu bisnis saudara yang buka kantin di pusat perbelanjaan.
Sebagai freelance, saya pernah mengerjakan project desain web dengan kantor di Kuningan Jakarta Pusat. Pekerjaan ini saya akhiri selama 2 bulan saja. Begitu juga dengan membantu saudara, saya ke Jakarta sebanyak 1 minggu bahkan 4 hari sekali. Sangat bergantung dari seberapa banyak kerjaan yang harus di kerjakan. Begitu juga, pada tahun 2006, ketika saya memiliki bisnis sebagai distributor produk detergent, saya sering menawarkan penjualan produk ke berbagai daerah di Jakarta.
Dari dahulu hingga sekarang, saya belum ada keinginan untuk tinggal dan menetap di Jakarta. Entah kenapa, namun keliatannya saya gak cocok tinggal di Jakarta. Kehidupan dan suasana di Jakarta sungguh sangat berbeda ketika saya tinggal di Jogja. Banyak sekali perbedaannya.
Memang saya masih membutuhkan Jakarta sebagai target pasar saya hingga kini, sehingga mau gak mau saya masih sering mengunjungi Jakarta. Namun, jika disuruh tinggal di Jakarta, mungkin saya akan berpikir 1000x lipat. Hehehehe.. lebay deh. Tapi memang, saya Jakarta hanya cocok sebagaai tempat persinggahan saja, bukan tempat tinggal saya.
Tidak dapat disangkal lagi.. Jakarta sebagai pusat peredaran uang, hidup disini sungguh menggiurkan (bagi anda yang memiliki kreatifitas lebih). Anda akan disuguhkan dengan berbagai tawaran dan juga pendapatan yang cukup tinggi. Di Jakarta haus akan kreatifitas dan jika anda bisa melakukan diferensiasi (perbedaan dengan nilai lebih) maka anda akan mendapatkan hasil yang lebih.
17 Jam Masyarakat Jakarta Berada Diluar Rumah
Coba anda bayangkan..!!!Setiap hari dari Hari Senin - Jumat/Sabtu, masyarakat disini berkutat dengan pekerjaan dan perjalanan. Apalagi jika hidup jauh dari tempat pekerjaan. Perjalanan bisa memakan waktu 3-4 jam untuk mencapai tempat kerja. Berarti 6-8 jam dia selalu berada di jalan. Sedangkan waktu untuk bekerja 8-9 jam, dari Pkl. 08.00 - Pkl. 17.00. Sehingga Total dia berada di luar rumah sebanyak 14-17 jam, selebihnya 7-10 jam digunakan untuk istirahat atau keluarga.
Makanya jangan heran, ketika anda berada di Jakarta, anda harus mengejar waktu dan bahkan rela berlari - lari agar tidak ketinggalan waktu. Prinsipnya, jangan lewatkan waktu 1 detik pun, karena itu akan menimbulkan kerugian bagi anda.
Saya masih teringat kenangan itu, ketika saya menjemput istri di tempat kerja. Saat itu, istri saya bekerja di perusahaan kecantikan di Jakarta Pusat, tepatnya di daerah Sudirman. Salah satu pusat perkantoran yang teramai dan termewah di Jakarta.
Ketika saya berada di daerah Blok M menuju Sudirman, saya hanya heran dan tidak habis pikir, kenapa setiap orang di sekitar saya yang akan menaiki Busway Trans Jakarta selalu melangkahkan kakinya begitu cepat bahkan sampai berlari. Padahal Busway pasti datang setiap 10-15 menit sekali. Apa mereka gak mau menunggu 10-15 menit jika memang terlambat naik busway??
Jakarta sebagai Kota yang pilih - pilih
Yup.. Kota yang selalu pilih - pilih. Dalam hal apa??? Yahh.. apalagi kalau bukan pilah pilih kekayaan. Jika anda hidup di Jakarta, anda akan merasakan perbedaan pelayanan antara kaya dan miskin. Antara yang punya dan tidak punya. Tentunya yang punya atau yang kaya di dahulukan, yang tidak punya di nomer terakhir. Yah.. begitulah masyarakat di Indonesia, bukan hanya di Jakarta hampir semua kota begitu adanya. Tapi setidaknya di Jakarta perbedaan itu begitu terasa.Saya pernah lihat dan menyaksikan sendiri, ketika saya berada di Jogja. Ketika itu saya sedang makan di sebuah restoran khas Jogja. Mungkin karena banyak konsumen, meja kami belum sempat dilayani. Tapi kami tetap sabar menanti untuk dilayani.
Kebetulan meja sebelah juga belum dilayani, meja tersebut diisi dengan Bapak, Ibu dan 2 orang anak. Dari penampilannya, mungkin dia orang yang punya. Baju bermerk, tas bermerk dan juga gadget yang dimainkan anaknya, jelas mereka orang yang sangat kaya.
Karena belum dilayani juga, bapak tersebut kesal. Dengan marahnya, bapak tersebut memanggil pelayanan dengan keras. " Mas.. Berapa lama lagi saya harus menunggu dilayani " tanya bapaknya dengan nada tinggi.
Sang pelayan mendekati meja bapaknya dan menjawab " Maaf bapak, kami harus layani konsumen yang datang duluan, setelah itu baru kami layani bapak. Mohon sabar sebentar " jawab pelayan dengan nada halus.
Bapaknya pun gak mau kalah, " Dari tadi saya sudah menunggu terlalu lama, apa mau kamu dipecat karena lambat " kata bapaknya.
" Maaf pak.. bukan karena pelayanan kami yang lama, tapi memang karena banyak tamu hari ini. Mohon ditunggu sebentar. Nanti pasti kami layani" jawab pelayan dengan setengah hati.
" Kalau memang perlu, saya beli rumah makan ini biar lebih cepat melayani " kata bapaknya dengan jengkel.
" Maaf pak.. Rumah makan ini tidak di jual " tiba - tiba dari belakang terdengar suara, dan setelah dilihat ternyata pemilik restoran.
" Mungkin restoran di depan yang mau dijual pak. Tapi kalau rumah makan ini tidak untuk dijual. Jadi mohon maaf.. bapak belum bisa beli rumah makan ini " lanjutnya.
Bapak tersebut kaget dengar jawaban tersebut, dan karena malunya, akhirnya mereka pergi meninggalkan rumah makan tersebut. Dalam hati saya geli dan sekaligus kasihan dengan bapak tersebut.
Disinilah saya sering menemukan, bahwa siapa pun itu, baik kaya maupun miskin tidak dibuat berbeda. Mereka sama, bahkan untuk dilayani pun tidak pandang bulu. Jangan karena dia punya mobil mewah, kemudian dilayani terlebih dahulu. Sedangkan yang bawa motor, harus antri di belakang. Itulah salah satu hal yang saya cintai dari Kota ini.
Nahhh.. kejadian tersebut diatas belum pernah saya temukan di Jakarta. Sebaliknya, saya sering mendapatkan tindakan yang berbeda, atau saya melihat orang lain yang tersingkir karena perbedaan kekayaan. Apa karena tampang saya terlalu miskin yah???? Hehehehehe...
Tapi itulah Jakarta sebagai kota Metropolitan, sedangkan yang tidak metropolitan silahkan pindah keluar Jakarta. Dan saya merupakan salah satunya, sebagai orang yang tidak kuat menghadapi kehidpan Jakarta.
Namun jika kondisi dan situasi yang memaksakan saya harus tinggal di Jakarta, saya yakin seyakin - yakin-nya, jika saya bisa melebihi kesuksesan saya di Jogja. Bukan bermaksud sombong ataupun pamer.. Tapi karena saya sudah kenal karakter masyarakat Jakarta, baik segala kebutuhan dan keinginan mereka sudah pernah saya coba. Termasuk, peluang bisnis apa yang bisa kita ambil agar bisa meraih kesuksesan dan berapa hasil yang didapatkan. Semua sudah saya perhitungkan matang...
Sekali lagi.. saya membuat usaha ini bukan sekedar mencari uang. Bukan mendapatkan hasil materi yang berlebihan, tapi lebih kepada membantu teman - teman yang membutuhkan, lebih banyak memberi. Dan yang paling penting adalah, saya bisa menikmati kehidupan ini. Menikmati sinar matahari di sore hari atau merasakan canda tawa keluarga atau teman - teman.
Bagi saya itu jauh lebih nikmaattt...!!! lebih bergairah dan juga lebih bahagia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar